Stimulus Fiskal dan Non-Fiskal pada Sektor Transportasi di Indonesia : Studi Kasus Covid-19
Outbreak
Covid-19 dan Dampaknya Terhadap Ekonomi Secara Keseluruhan
Seluruh
dunia tengah berperang melawan wabah virus COVID-19. Setiap negara berjibaku
dalam berupaya memutus rantai penyebaran virus ini yang dapat menyebar secara
cepat. Berbagai langkah diambil untuk mengantisipasi daya rusak yang
ditimbulkan akibat COVID-19, termasuk dalam konteks perekonomian. Wabah ini
telah meningkatkan risiko pada ekonomi secara global, mengingat sudah lebih dari
190 negara telah terjangkit virus ini. Optimisme ekonomi dunia yang dianalisis
bisa tumbuh di angka 3,3% hampir dapat dipastikan tidak akan terjadi.
Kegiata
ekonomi, industri, retail, dan seluruh aktivitas perdagangan banyak terhenti
dan menurun drastis layaknya destinasi wisata tanpa pengunjung. Beberapa
perusahaan besar mengurangi kegiatan bisnisnya secara besar-besaran, sedangkan
usaha kecil? Mereka tengah dilanda tekanan yang besar, bahkan mengalami
kebankrutan atau terpaksa tutup karena tidak adanya pemasukan selama pandemi
virus ini berlangsung. Pasokan beberapa industri-industri besar di berbagai
negara terhambat akibat gangguan yang terjadi dalam penyaluran atau rantai supply-nya.
Wuhan,
Center of Pandemic, Center of Logistic Distribution
Sungai
Yangtze merupakan sungai terpanjang di Tiongkok sekaligus merupakan world’s
busiest riparian waterway yang terletak di Tingkok serta melewati kota
Wuhan, Provinsi Hubei, Cina. Lewat sungai inilah, transaksi atas berbagai
komoditas seperti batu bara, baja, minyak mentah, kebutuhan primer, dan pupuk
dilakukan antar daerah bahkan antar negara, mengingat Cina adalah salah satu
negara pengekspor terbesar di dunia.
Kota
Wuhan yang menjadi ibukota Provinsi Hubei mendadak menjadi sorotan penjuru
dunia. Di kota ini pertama kali wabah COVID-19 merebak. Virus ini pun kemudian
dengan cepat merenggut ribuan nyawa. Menanggapi penyebaran virus yang semakin tidak
terkendali, Presiden Tiongkok, melalui Gubernur Provinsi Hubei memerintahkan
penutupan Kota Wuhan pada tanggal 23 Januari 2020 lalu. Penutupan kota ini
memberhentikan seluruh aktivitas ekonomi dan seketika melumpuhkan Kota Wuhan.
Faktor wilayah Kota Wuhan yang memang terletak di bagian tengah negeri panda
ini tentunya berdampak langsung kepada perekonomian Cina.
Cina
merupakan salah satu negara yang mendominasi ekonomi global sejak bergabung
dalam anggota WTO di tahun 2001. Sebagai raksasa global, Cina merupakan
produsen sekaligus konsumen terbesar di dunia dengan total GDP per tahun 2018
senilai USD 13,6 triliun serta berkontribusi sebesar 17% dari total GDP dunia.
Oleh karena itu, Cina adalah salah satu pusat value chain global
sekaligus pusat dari pandemi virus COVID-19. Outbreak ini akan
menimbulkan masalah yang serius bagi perekonomian global.
Di
sektor perdagangan, nilai ekspor dan impor yang menurun berimbas langsung terhadap negara-negara pemasok, seperti Korea
Selatan, Jepang, Taiwan, dan lain-lain. Sejumlah pakar memperkirakan
wabah virus COVID-19 akan berdampak pada ekonomi lebih besar daripada wabah
SARS. Penyebabnya ialah ekonomi Cina saat ini sudah berada dalam tren moderasi
dan ekonomi mereka sudah lebih terintegrasi dengan global. Apa yang terjadi di Cina
akan dirasakan negara lain. Jika outbreak ini berkepanjangan, maka kita
bisa meramalkan bahwa hal ini akan sangat berefek pada Cina sekaligus
negara-negara lain yang besinggungan dengannya, termasuk Indonesia.
Bagaimana
Indonesia Juga Terdampak?
Kegiatan
ekspor dan impor yang melambat selama pertengkaran perdagangan Amerika Serikat -
Cina, diperparah dengan adanya pandemi coronavirus.
Sektor perdagangan
Indonesia diprediksi akan mengalami sejumlah kontraksi. Mengingat Cina
merupakan salah satu tujuan ekspor sekaligus konsumen komoditas utama
Indonesia. Lebih dari 495 jenis komoditas dengan tujuan ekspor ke Cina akan
terimbas. Sementara sekita 499 jenis barang impor dari Cina diperkirakan akan
menurun tajam bahkan menghilang dari pasar Indonesia.
Pada
minggu ketiga Januari, container vessel calls di pelabuhan-pelabuhan
utama Cina turun sebesar 20%. Kelesuan ini tercermin dalam penurunan harga
minyak saat ini. Banyak kapal kontainer yang berlayar kosong karena
berkurangnya permintaan. Akibatnya mereka mengalami kerugian serius yang
mencapai $ 1,7 miliar. Shipper seringkali menggunakan proksi Baltic
Dry Index (BDI) untuk perdagangan global seperti bahan bangunan, batu bara,
bijih logam, dan komoditas biji-bijian. Index ini tercatat merosot hingga 60%
dari Desember 2019 hingga minggu ketiga Februaru 2020. Pada tingkat BDI untuk
tanker minyak mengalami penurunan sebesar 45%, sedangkan tanker gas alam cair
menurun hingga 25%. Akibatnya, dapat diprediksi bahwa ekonomi Indonesia dimasa
mendatang tentu akan mengalami perlambatan, terutama di industri manufaktur dan
konstruksi.
Bukti
dari Samudera Indonesia (SMDR), yang beroperasi pada pelabuhan dan kapal untuk
domestik dan kargo internasional, menunjukkan tren serupa terjadi dengan adanya
penurunan volume perdagangan di Indonesia. Angka-angka awal menunjukkan bahwa
pelabuhan SMDR mencatat penurunan sebesar 10% dalam throughput kargo
internasional hingga minggu kedua bulan Februari berdasarkan year-to-year
(yoy), sementara kargo domestik tetap stabil. Selain itu, kapal SMDR yang
membawa kargo keluar negeri berkurang hingga tingkat 17% dan kargo masuk ke dalam
negeri berkurang hingga 14% hingga minggu keempat bulan Januari 2020
Penurunan ini akan
memiliki implikasi serius terhadap inflasi dalam negeri khususnya karena
penurunan barang-barang konsumsi strategis asal Cina. Pemerintah perlu meninjau
kondisi pasar seperti ini mengingat adanya potensi kenaikan harga menjelang
bulan Ramadhan dan Idul Fitri. Jika tidak segera di cari langkah strategisnya,
maka perekonomian Indonesia akan semakin terancam. Analis bahkan khawatir jika epidemi korona melewati triwulan pertama
2020, dampaknya akan lebih berat bagi perekonomian. Dari sisi pertumbuhan
ekonomi sudah pasti tidak akan menyentuh angka 5%.
Respon
Pemerintah Cina untuk Membuat Transportasi Tetap Bergerak
Penutupan
kota Wuhan akibat pandemi virus COVID-19 resmi diterapkan pada 23 Januari 2020
demi mengendalikan penyebaran virus yang sangat masif di masyarakat. Penutupan
kota ini pun sekaligus menetapkan adanya penundaan operasional kota. Dalam dua
bulan terakhir, volume kargo container mengalami penurunan drastis di pelabuhan
Cina.
Dibalik
itu, industri domestik, khususnya transportasi jalan di Cina memainkan peran
penting dalam mencegah dan mengendalikan penyebaran virus serta memulihkan
tatanan ekonomi dan sosial. Terhitung hingga 21 Maret lalu, total 391.300 ton
pasokan medis, seperti masker, APD, serta berbagai kebutuhan rumah tangga
dikirim melalui truk-truk ke kota-kota yang terkena dampak paling parang.
Sektor yang paling terdampak salah satunya adalah industri transportasi, dimana
mereka menghadapi tantangan untuk menjaga barang-barang penting agar tetap
mengalir. Akibatnya operator transportasi mengalami kekurangan besar dalam
pendapatan mereka dan tentunya menghadapi ancaman terhadap bisnis mereka. Untuk
itu, pemerintahan menerapkan sejumlah langkah strategis dalam sektor
transportasi, diantaranya :
1.
Menghapus semua jalan tol (termasuk untuk
jembatan dan terowongan) di seluruh negeri untuk semua
kendaraan, sampai pandemi berakhir
2.
Menerapkan kebijakan toll-free
policy, bebas biaya tol, bebas cek untuk kendaraan yang mengangkut
persediaan darurat dan kebutuhan penting
3.
Memberikan dukungan keuangan kepada perusahaan-perusahaan
yang terkena dampak wabah COVID-19, khususnya perusahaan kecil dan menengah
yang ditugaskan untuk mengangkut barang-barang penting dan kebutuhan
sehari-hari
4.
Perbatasan terbuka untuk menghidupkan
kembali ekonomi
Langkah-langkah
ini tertuang dalam peraturan yang dikeluarkan oleh Kementerian Luar Negeri,
Administrasi Imigrasi Nasional Cina
Presiden
Cina Xi Jinping minggu lalu menginstruksikan pemerintah untuk menerapkan
langkah-langkah pengendalian virus melalui kerja sama internasional, sementara
pada saat yang sama menjaga rantai pasokan global berjalan dengan lancar dengan
kebijakan 37 Supporting Measures to Transport Companies
Stimulus
Fiskal dan Finansial di Indonesia
Seluruh
Kementerian dan Lembaga yang terkait ataupun terdampak pandemi COVID-19 diperintahkan
untuk membuat sejumlah kebijakan yang akan menjadi stimulus dalam merespon
perubahan situasi ini. Oleh karena itu, seluruh jajaran Kabinet diperintahkan
Presiden, Bapak Joko Widodo untuk fokus kepada mitigasi dampak pelemahan
ekonomi global terhadap pertumbuhan dan stabilitas ekonomi Indonesia. Dikutip
dari
1.
Kebijakan fiskal APBN melalui langkah
stabilisasi fiskal. Kementerian Keuangan memberikan respons countercyclical
melalui kebijakan fiskal dari sisi pengeluaran yaitu percepatan belanja (dana
desa, bansos). Selain itu, kebijakan fiskal dari sisi penerimaan yaitu stimulus
untuk sektor terdampak.
2.
Keberpihakan sektor riil dengan
mempercepat reformasi struktural guna pengembangan industri domestik. Di
antaranya, dengan menginisiasi omnibus law RUU Cipta kerja dan perpajakan.
3.
Kebijakan moneter dan makro prudential
melalui kebijakan akomodatif, operasi moneter mendukung ketersediaan
likuiditas, dan menjaga stabilitas nilai tukar dan suku bunga. OJK juga
melakukan pelonggaran bauran kebijakan untuk membantu sektor-sektor keuangan
yang terdampak.
4.
Kebijakan sektor keuangan melalui upaya
tetap menjaga kepercayaan, menjaga likuiditas, dan memperkuat ketahanan.
Dari
keempat kebijakan yang sudah ada, mungkin hanya satu yang tepat untuk
diterapkan pada industri transportasi Indonesia, yaitu dengan kebijakan fiskal
dan finansial terhadap sektor transportasi.
Jika
Indonesia mengalami lockdown, atau dalam hal ini disebut karantina
wilayah yang makin diperketat, bukan tidak mungkin hal ini berpengaruh terhadap
kelangkaan seluruh kebutuhan, baik medis maupun kebutuhan rumah tangga
sehari-hari. Untuk itulah salah satu cara agar ketersediaan kebutuhan dapat
tetap terjaga adalah strukturisasi kebijakan industri transportasi dikala wabah
tengah melanda. Jika diposisikan sebagai salah satu pengusaha di bidang
transportasi, maka jelas karantina wilayah akan mengancam industri ini, baik foreign
maupun domestik.
Operator
domestik akan terdampak, walaupun hanya berfungsi sebagai common feeder
sekitar 10% dari seluruh volume ekspor dan umumnya kapal operator Indonesia
jumlahnya masih terbatas. Jika kegiatan foreign trading melemah maka
tantangan yang harus dihadapi adalah bagaimana rantai pasokan domestik
Indonesia agar tetap berjalan agar seluruh masyarakat tetap terjamin
kehidupannya selama karantina wilayah.
Berkaca
dari kebijakan transportasi yang diberlakukan pemerintahan Cina, beberapa
stimulus fiskal dan finansial yang bisa diberikan pemerintah Indonesia agar
sektor transportasi tetap bisa menjembatani fungsi logistik sampai masa pandemi
berakhir diantaranya :
Stimulus
Fiskal
1.
Pendapatan yang diperoleh wajib pajak
dari pengangkutan bahan-bahan pendukung utama untuk pencegahan dan pengendalian
epidemi, menyediakan layanan tranportasi umum dan layanan hidup, menyediakan
layanan pengumpul cepat dan memberikan kebutuhan sehari-hari kepada penduduk
agar dibebaskan PPN, biaya pemeliharaan perkotaan dan pajak konstruksi.
2.
Jaminan sosial terhadap perusahaan
angkut, khususnya bagi perusahaan menengah dan kecil dengan adanya asuransi
cedera-kerja hingga pandemi berakhir.
3.
Pemerintah daerah subsidi kepada
perushaan transportasi logistik yang telah melakukan tugas transportasi darurat
selama periode pencegahan dan pengendalian pandemi sebagai bagian dari layanan
publik yang diadakan oleh pemerintah.
5.
Kebijakan toll-free policy. Semua
jalan tol dihapus selama pandemi berlangsung bagi seluruh kendaraan kecuali
sepeda motor. Bebas biaya tol dan bebas cek untuk kendaraan yang mengangkut
persediaan darurat dan kebutuhan penting.
6.
Pemerintah daerah melonggarkan kebijakan
jalan di daerah masing-masing, seperti di Ibukota Jakarta dimana kebijakan 3 in
1 dihapus selama pandemi berlangsung.
7.
Pembukaan perbatasan antar daerah untuk
para logistik pengangkut kebutuhan medis maupun rumah tangga.
Stimulus
Finansial
1.
Bantuan finansial kepada
perusahaan-perusahaan utama yang megangkut pasokan medis penting dan kebutuhan
sehari-hari serta dimasukkan ke dalam daftar skema manajemen.
2.
Penundaan sementara dalam pembayaran
pokok dan bunga (tidak dihitung compounding selama pandemi berlangsung)
terhadap pinjaman bisnis, termasuk kepada supir truk, supir taksi, dan kelompok
khusus lainnnya di industri transportasi.
3.
Perushaan logistik dan transportasi yang
mengalami kesulitan dalam melakukan pembayaran pinjaman diberikan :
-
Perpanjangan waktu pinjaman
-
Suku bunga kredit yang lebih rendah
-
Mengajukan pinjaman kredit tambahan
4.
Untuk kendaraan perusahaan logistik yang
mengangkut persediaan anti-pandemi dan kebutuhan sehari-hari, maka perusahaan
asuransi harus :
-
Menawarkan dukungan dengan memperpanjang
masa asuransi secara tepat dan menunda pembayaran premi asuransi kendaraan
bermotor
-
Premi rendah untuk kendaraan komersial,
kapal, dan pesawat terbang yang telah menangguhkan operasi ditengah wabah
COVID-19
5.
Biaya pembangunan pelabuhan untuk barang
impor dan ekspor harus dibebaskan, penurunan iuran kargo dan biaya fasilitas
pelabuhan, serta layanan dan biaya tanggap darurat untuk kapal kargo non-tanker
dihapuskan.
6.
Biaya asuransi kereta api dan ongkos
kontainer serta biaya penahanan truk dikurangi.
Kuncinya
adalah bahwa arus logistik harus tetap terbuka dan operator transportasi harus
didukung secara finansial sehingga mereka dapat mendukung pemulihan ekonomi.
Kesimpulan
Ditengah wabah virus COVID-19, semua negata berjibaku
dalam mencegah dan mengendalikan penyebaran virus yang makin parah dari waktu
ke waktu. Imbas dari pandemi ini dirasakan seluruh belahan dunia, tak
tertinggal kondisi ekonomi global. Cina sebagai salah satu negara pengekspor
terbesar di dunia membuat seluruh perekonomian terguncang, termasuk yang
dirasakan Indonesia. Salah satu industri yang terkena dampak adalah industri
transportasi. Disamping ancaman tersebut, sektor ini menemui tantangan baru
dimana merekalah ternyata yang menjadi kunci dari pengendalian wabah ini.
Keberlangsungan angkutan logistik lah yang menentukan ketersediaan seluruh
sarana medis terpenuhi serta kebutuhan umum masyarakat sehari-hari seperti
pangan dan alat kebersihan. Perlu adanya dukungan konkret dari pemerintah untuk
sama-sama berjibaku dengan perusahaan transportasi domestik. Hal ini bisa
dilakukan dengan kebijakan stimulus fiskal dan finansial langsung dari
pemerintah kepada industri-industri terdampak, khususnya transportasi. Langkah
ini dilakukan demi mengimbangi kekhawatiran dan kepanikan masyarakat yang
terjadi baru-baru ini. komunikasi yang cepat perlu dilakukan, terutama terkait
ketersediaan kebutuhan masyarakat luas.
Daftar
Pustaka
Foreign Ministry, the National Immigration
Administration. (2020). Retrieved from China Daily: http://burl.cc/601S0p
Biro Kerja Sama,
Hukum, dan Humas LIPI. (2020, February 25). Dampak Virus Corona pada Laju
Ekonomi Indonesia 2020. Retrieved from LIPI:
http://lipi.go.id/siaranpress/Dampak-Virus-Corona-pada-Laju-Ekonomi-Indonesia-2020/21963
Danu Sanjoyo, S.
M. (2020, March 16). Mengantisipasi Dampak Covid-19 ke Perekonomian
Nasional. Retrieved from Media Indonesia:
https://mediaindonesia.com/read/detail/296853-mengantisipasi-dampak-covid-19-ke-perekonomian-nasional
Ibrahim Kholilul
Rohman, H. S. (2020). Bracing for Virus Impact on Logistics and
Transportation. The Jakarta Post.
Investor Relation
Unit. (2020, March 25). COVID-19: China’s Response to Keep Road Transport
Moving. Retrieved from IRU:
https://www.iru.org/resources/newsroom/covid-19-chinas-response-keep-road-transport-moving
Comments
Post a Comment